Black Opal

 Oleh : Nishfi Kurnia

10 Nopember 2022 disebut orang-orang sebagai hari pahlawan, hari dimana banyak sekali darah yang terbuang, keringat yang bercucuran dan semangat tiada padam. “allahuakbar” kalimat lantang yang menggugah orang-orang jompo untuk turun ke lapangan, bagaikan gemuruh meriam kalimat suci tersebut menggugah setiap sukma yang mendengarnya. Cukup menjadi pertanyaan, bukankah setiap hari kita mendengar dan mengucapkannya ? disetiap sholatnya orang-orang muslim mereka mengucap … tapi mengapa tiada buah yang dapat dirasakan ? setelah sholat bubar barisan.

Surabaya dengan segala hiruk pikuk membawa setiap diri manusia berpikir keras untuk hidup, tapi tidak jarang dari mereka lupa siapa yang memberi kehidupan. Begitupula dengan mahahsiswa yang menginginkan gelar tapi lupa usahanya masih diujung pengetahuan. Kita semua bodoh dan butuh belajar. Salah satu dosen pernah memberikan wejangan pada kami “perbanyak amalan karena ilmu saja tidak cukup” tidak jauh beda dengan sopir yang saya temui seminggu lalu beliau bahkan memberikan ijazah.

22.56 WIB depan warung Black Opal, kami duduk dengan membawa es teh salah seorang juga membawa gitar. Rombongan polisi datang, dugaan awal mereka akan mengusir kami seperti kejadian sebelumnya di depan kampus. Tapi kili ini salah, mereka ngantuk dan masuk warung untuk memesan kopi mungkin. Lanjut kami bernyanyi seperti pemuda tanpa beban beli es teh 3 ribu nongkrong 7 jam, ya itulah kami. Polisi itu keluar dengan memasang wajah inteljen seraya berkata “kenapa ditempat gelap?” Suudzon salah satu atau semua dari kami membawa obat terlarang tapi maaf bapak kami tau batasan.

Polisi itu melanjutnya ceramahnya dengan begitu percaya sebab ada buku karya Cak Nun berjudul “gelandangan di negeri sendiri”. Acting kami memang begitu apik formalitas buku-buku membuat ngopi luamyan berisi. Bapak pemilik warung saya tidak tau namanya padahal hampir setiap hari bertegur sapa, singkatnya beliau ikut dalam pembicaraan “lek ndek kene kudu sinau awmu iki penerus bangas….arek-arek lek ngopi kene kabeh tak kongkon sinau” ah kiranya seperti itulah dengan riang kami mengucap kata siap sambil tertawa

Black Opal memang punya vibes tersendiri untuk bertukar cerita. Setelah selesai ceramah kami mulai membuka percakapan. Kami dari jurusan yang sama hanya saja berbeda dosen pengajar. Mereka adalah teman-teman mahasiswa dari Jember yang singgah di Surabaya. percakapan singkat yang menurut saya perlu digali kembali, for your information kami membahas slogan “fasilitator” yang belum ada di Jember hingga kegaiatan turun lapangan teman-teman jember dengan masyarakat non muslim.

Sebenarnya memang benar perkataan dari beliau-beliau. Bukankah setiap mahasiswa dibebani harapan orang tua bahkan masyarakat di daerahnya ? nahas kalau ucapah hari pahlawan hanya dipakai sebagai pengingat bukan perasa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PELATIHAN KEFASILITATORAN DASAR 2022

PUISI " DIMANAKAH INDONESIAKU YANG DULU"

Opini; "Mundur dan Segera Bangkit"