Opini : "Upaya Pemerintah terhadap Keberlangsungan Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 di Indonesia"
Oleh : Sherina Ana Tasya Kamila
Dikutip dari website resmi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI pada tanggal 13 Januari 2021 program vaksinasi Covid-19 mulai diberikan kepada masyarakat Indonesia. Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama yang disuntikkan vaksin Covid-19 di Indonesia Sinovac. Selain Jokowi, sejumlah tokoh agama, pejabat, maupun public figure juga ikut mensukseskan kegiatan vaksinasi Covid-19. Pada tahap selanjutnya vaksin diberikan kepada tenaga kesehatan di Jawa dan Bali. Dan kemudian diberikan secara bergilir mulai dari lanjut usia (lansia) sampai seluruh masyarakat Indonesia.
Juga dipaparkan terkait jumlah masyarakat yang telah menerima vaksin Covid-19 sebanyak 24.710.615 jiwa per tanggal 22 Mei 2021. Pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dilaksanakan dalam 2 kali yang terdiri dari penyuntikan dosis 1 dan dosis 2. Terdapat 1.509.523 tenaga kesehatan, 10.317.952 petugas publik, dan 3.030.396 lansia yang menerima dosis 1. Sedangkan terdapat 1.378.053 tenaga kesehatan, 2.029.296 lansia dan 6.445.395 petugas publik yang menerima dosis 2.
Dalam pelaksanaannya, program vaksinasi tidak begitu saja disetujui oleh masyarakat. Asumsi - asumsi Masyarakat sempat menjadi penghambat keberlangsungan program ini. Bahkan tidak sedikit berita hoax yang beredar di masyarakat terkait dampak dari vaksin Covid-19 Mulai dari seseorang akan menjadi raksasa dalam anime Attack on Titan jika disuntik vaksin sampai berita-berita terkait ketidakamanan vaksin yang diberikan kepada masyarakat umum. Sehingga pada 9 Februari 2021 presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 14 tahun 2021 yang berbunyi "Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin Covid-19 yang tidak mengikuti Vaksinasi Covid-19 sebagaimana mestinya dapat dikenakan sanksi administratif berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial, penundaan atau penghentian layananadministrasi pemerintahan dan denda.
Perpres tersebut mulai berlaku sejak tanggal 10 Februari 2021. Berdasarkan akun resmi Kemenkes RI per tanggal 10 Februari 2021 terdapat 969.546 Tenaga Kesehatan (Nakes) yang telah menerima vaksin dosin 1. Serta terdapat 279.251 Nakes yang telah menerima vaksin dosis 2. Selain takut terhadap sanksi yang diberikan pemerintah, masyarakat juga mulai memiliki pengetahuan terkait vaksin. Dokter penyakit dalam, Dirga Sakti Rambe mengatakan bahwa vaksin merupakan zat yang dapat merangsang timbulnya kekebalan pada penyakit yang bersifat spesifik. "vaksin adalah suatu zat yang apabila diberikan kepada tubuh kita akan merangsang timbulnya kekebalan terhadap suatu penyakit yang sifatnya spesifik." Ujar pria berkemeja putih dengan jas putih khas dokter.
Kemudian ia juga menjelaskan keunggulan metode vaksin dengan metode pencegahan ainnya tidak lain karena vaksin bersifat spesifik. " Kelebihan vaksin dibanding metode lainnya karena vaksin bersifat spesifik yang akan merangsang antibodi pada suatu penyakit atau virus tertentu. Sedangkan pada metode pencegahan lainnya umumnya bersifat universal sepertiperbaikan sanitasi, perbaikan gizi." Tambahnya.
Meskipun program sempat ini berjalan mulus pada akhir tahun 2020 sampai awal bulan 2021. Namun pada pertengahan tahun 2021 kembali terjadi penolakan vaksinasi terhadapmasyarakat Indonesia. Berdasarkan kompas.com pada tanggal 10 Mei 2021 terdapat 3 masyarakat yang wafat setelah divaksin AstraZeneca non batch CTMAV547. Setelah ditelusuri akhirnya pada 21 Mei 2021 terjawab penyebab wafatnya 3 masyarakat tersebut bukan karena vaksin AstraZeneca non batch CTMAV547 melainkan karena penyakit bawaan pasien sebelum divaksin. Sehingga pada tanggal 21 Mei 2021 penggunaan vaksin AstraZeneca non batch CTMAV547 resmi digunakan kembali khususnya bagi masyarakat yang telah menerima vaksin dosis 1.
Komentar